Kecerobohan Menjadi Sial
Pagi itu aku
terburu-buru berangkat sekolah, lantaran sudah kesiangan. Dengan cepat aku
menaiki sepeda berangkat ke sekolah, jarak rumah dan sekolahku tidak terlalu
jauh jadinya aku memilih menaiki sepeda ketimbang membawa motor yang menambah
polusi, pikirku. Walaupun aku belum sarapan yang terpenting bagiku saat ini
adalah sampai di sekolah sebelum gerbang di tutup.
Untung
saja aku tidak terlambat. “Coba saja kemarin aku tidak bergadang pasti tidak
akan terburu-buru seperti ini”, kataku dalam hati.
Bel sekolah pun
berbunyi, pertanda pelajaran dimulai. Semua siswa kelas VI.A yang tadinya ribut
kini menjadi diam karena Bu Dewi masuk kelas untuk mengajar.
“Ayu,
lihat tugas IPA mu dong!” Nina teman dudukku meminta melihat tugas yang
diberikan Bu Dewi minggu lalu.
“Tunggu, aku ambil
dulu.” aku pun mencari-cari kedalam tasku. Setelah beberapa lama mencari tugas
itu tak kunjung aku temukan.
“Mana tugasmu?” Nina
tak sabar karena lama menunggu.
“Lo kok nggak ada ya?”
aku pun bingung.
“Kamu sudah buat kan?”
tanya Nina yang ikut bingung.
“Iya, aku sudah buat
kemarin, aduh gimana ni?” jawabku dengan perasaan panik.
“Anak-anak keluarkan tugas yang Ibu beri
minggu lalu.” kata Bu Dewi. Aku pun semakin panik,
“Coba cari-cari lagi siapa
tau nyelip di bukumu, atau mungkin ada di mapmu.” Nina berusaha menenangkanku.
Aku kembali mencari ternyata tidak ada juga.
Aku
berusaha mengingat dimana aku meletakkan tugasku. “Kemarin aku membuat tugas
itu, lalu aku menaruhnya di….” aku masih belum ingat.
Semua siswa
mengumpulkan tugas itu diatas meja guru. Aku terus berusaha mengingatnya.
Tiba-tiba aku teringat
sinetron kemarin “Oiya, tugasnya ku letakkan diatas kasur, gara-gara sudah
mulai sinetronnya jadi aku cepat-cepat menonton dan lupa menaruh di tas.”
“Yaampun Ayu, setelah
kamu menonton sinetron itu kamu tidak ingat menaruh tugas di tas?”
“Aku sama sekali tidak
ingat, soalnya aku udah capek banget terus tidur, dan bangun-bangun udah siang
makanya aku buru-buru.”
“Kamu itu ceroboh
banget.” Nina menjadi kesal.
“Gimana dong sekarang?”
jawabku yang semakin panik.
“Ya terpaksa kamu harus
bilang ke Bu Dewi.” sahut Nina yang tak bisa memberi jalan keluar lain.
“Hmm oke.” jawabku yang
harus bertanggung jawab. Dengan perasaan takut ku menuju bangku guru.
Aku pun berkata jujur kepada Bu Dewi tapi Bu
Dewi tidak mau mendengar alasanku. Bu Dewi terkenal sebagai guru yang galak dan
banyak ditakuti siswa.
“Sebagai hukuman
untukmu Ayu, buat tugas hal 12-14 dikumpul sebentar pas jam istirahat.”
“iya bu.” jawab aku
pasrah.
Pulang sekolah, aku
beristirahat di kamarku yang merupakan ruangan favorit di rumah ini. Aku
memilih beristirahat sebelum mengikuti les. Rencananya Nina yang akan
menjemputku. Jam menunjuk angka 14.35, aku menunggu Nina sambil menonton acara
TV kesayanganku. Tepat jam 14.40 Nina menjemputku.
Dengan rambut yang
berantakan Nina nyengir ke arahku. “Jam berapa ni? Kita terlambat?” tanya Nina.
“Oh tidak, masih ada
waktu 20 menit lagi sebelum les dimulai.” jawabku
“Syukurlah.” sahut Nina.
“Kamu kenapa berantakan
gitu kelihatannya?” tanyaku sambil naik ke atas motor.
“Tidak kok, ku kira
tadi kita terlambat, jadi aku ngebut deh.” jawab Nina lalu menghidupkan
motornya.
Les pun dimulai jam
15.00 dan berakhir pukul 16.30. Karena
kehausan aku dan Nina memutuskan untuk membeli minum di warung Cermat sambil
nongkrong dan mengobrol. Tiba-tiba hand phoneku berbunyi, ternyata telpon dari
Mama.
Mama minta dibelikan es
gula yang kebetulan aku sedang ada di warung Cermat. Setelah membeli pesanan Mama
aku kembali duduk dan mengobrol. Tak terasa mataharipun mulai terbenam,
nampaknya warung Cermat akan tutup juga, walaupun masih banyak anak muda yang
nongkrong disana. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang.
Sesampainya aku di
rumah aku merasakan melupakan sesuatu.
“Mana es pesanan Mama?”
tanya Mama kepadaku.
“Yatuhan ketinggalan,
uangku juga ketinggalan disana.” aku baru sadar
“Ayu Ayu, padahal Mama
sudah menunggu dari tadi, sudahlah biarkan saja.”
Aku sangat menyesal dengan perbuatan
cerobohku. Walaupun Mama tidak memarahiku, tetapi aku masih tidak ikhlas dengan
uang yang ada di kantong kresek es itu yang tertinggal di meja warung Cermat
padahal uang itu untuk membeli jam baru.
“Ini yang terakhir
kalinya.” gumamku.